Senin, 13 Juli 2020 adalah hari pertama pembelajaran di tahun pelajaran baru 2020/2021. Tak seperti biasanya, kali ini tidak ada peserta didik yang datang ke sekolah. Indonesia masih dilanda pandemi Covid-19. Jawa Timur juga masih termasuk zona merah. Pemerintah daerah tak mau mengambil risiko dengan mengizinkan kami melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung. Akhirnya, pembelajaran tetap dilaksanakan dari rumah, dengan berbagai aplikasi dan sarana pendukung yang tersedia. Tak terkecuali sekolah kami.
Sebagai pengajar kelas 9, di saat-saat awal tahun pelajaran seperti ini, saya biasanya menyampaikan betapa pentingnya motivasi belajar untuk menghadapi tahun akhir di jenjang SMP. Salah satunya adalah dengan menyadarkan para peserta didik bahwa pembelajaran di kelas 9 tidak akan berlangsung satu tahun penuh. Hal ini mengingat di semester genap mereka sudah harus mengikuti berbagai uji coba ujian (tryout), ujian sekolah, maupun ujian nasional sebagai gongnya.
Memamerkan capaian rata-rata ujian nasional kakak kelas mereka yang bagus di tingkat kota, merupakan salah satu cara yang biasanya saya tempuh untuk melecut anak didik saya agar mereka termotivasi. Sebenarnya saya tidak tahu persis seberapa efektif dampak motivasi model seperti itu. Yang jelas, sebagai guru, saya ikut bangga jika capaian nilai ujian nasional anak didik saya bagus. Saya menginginkan agar kebanggaan yang sama juga mereka rasakan. Kalau kita mau jujur sebenarnya kebanggaan juga dirasakan oleh sekolah, daerah, atau provinsi jika anak didik yang ada di wilayah mereka berprestasi.
Akan tetapi, semua kondisi itu kini telah berubah. Ujian Nasional yang menurut rencana masih akan dilaksanakan di tahun ajaran kemarin dihentikan secara paksa oleh pandemi Covid-19, tak peduli dengan perencanaan dalam skala nasional yang sudah dilakukan sebelumnya. Dampak langsung bagi saya adalah tidak bisa lagi memamerkan capaian nilai ujian nasional kepada siswa kelas IX yang baru ini. Selain itu, saya juga tidak bisa menjadikan nilai ujian nasional sebagai target capaian siswa kelas saya. Oleh karena itu, sebelum pertemuan perdana awal tahun pelajaran ini, saya mulai menimbang-nimbang kira-kira target baru apa yang bisa menjadi penuntun bagi anak didik saya ketika mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.
Target Baru Pengganti Ujian Nasional
Proses pembelajaran tanpa target ibarat berjalan tanpa arah, tanpa tujuan. Dengan ditiadakannya ujian nasional, target baru perlu ditetapkan agar kita memiliki arah, memiliki tujuan. Di tahun-tahun yang lalu, nilai ujian nasional biasanya digunakan untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran, baik itu di level sekolah maupun di level-level yang lebih tinggi. Jika nilai capaian bagus, berarti proses pembelajarannya berhasil, gurunya berhasil, dan sebagainya. Mudahnya seperti itu. Meskipun banyak faktor lain yang juga turut berpengaruh. Kini, target apa yang bisa kita jadikan arah atau penuntun untuk kita capai?
Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yang saya ampu, keterampilan berbahasa bisa kembali kita murnikan sebagai target capaian pembelajaran yang sesungguhnya. Selama ini kita mungkin begitu terlena dengan capaian nilai angka hingga melupakan target pembelajaran bahasa Indonesia yang sesungguhnya, yaitu penguasaan keterampilan berbahasa. Terlebih lagi, di dalam Kurikulum 2013, yang menekankan pembelajaran berbasis teks, sudah selayaknya jika pembelajaran kita fokuskan pada pencapaian keterampilan berbahasa, terutama yang ekspresif: menulis dan berbicara. Dua keterampilan itu yang bisa langsung dilihat hasil capaiannya, berupa tulisan dan keterampilan berbicara.
Hal ini bukan berarti dua keterampilan yang lain, mendengarkan dan membaca, kurang penting. Di tengah maraknya gerakan literasi, membaca tak kalah mendapat perhatian. Kegiatan tersebut merupakan salah satu fungsi utama bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan di tengah era globalisasi ini. Dengan membaca wawasan kita bertambah. Dengan membaca ilmu kita berkembang.
Keterampilan mendengarkan juga penting karena dengan menguasai keterampilan tersebut anak didik kita tidak akan mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran-pelajaran yang lain. Kalau saya lebih fokus pada keterampilan berbicara dan menulis, itu lebih karena minat atau ketertarikan secara pribadi. Semua keterampilan berbahasa itu penting karena pada dasarnya, orang yang tidak pernah membaca dan tidak mau mendengarkan, ia tidak akan pernah bisa menulis dan berbicara.
Selama ini, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, Bapak/Ibu guru sudah mengajari anak-anak untuk menulis. Akan tetapi, kebanyakan hasil tulisan para siswa itu hanya sampai di tangan guru dan berhenti atau dikembalikan dengan beberapa coretan disertai tanda tangan. Itu saja. Jika tulisan itu dibuat dalam bentuk soft file tentu akan lebih mudah beranjak ke level berikutnya dari sebuah tulisan, yaitu publikasi. Dengan publikasi, tulisan itu akan dibaca banyak orang dan akan memperoleh apresiasi. Nah, ini dia target baru yang ingin saya terapkan kepada para peserta didik saya. Mereka harus mampu membuat tulisan dan mempublikasikannya. Tidak perlu muluk-muluk, kalau mereka bisa mempublikasikan dalam sebuah blog, itu sudah capaian yang bagus. Tulisan itu akan ada selamanya di dunia maya dan siapa tahu bisa menginspirasi orang lain.
Terkait keterampilan berbicara, dalam kelas daring di hari pertama itu, ada salah satu siswa saya yang mengemukakan pendapat ingin menjadi youtuber. Saya langsung setuju dengan itu. Menjadi youtuber bisa menjadi salah satu target pribadi yang ditetapkan dalam hal keterampilan berbicara. Seorang youtuber adalah orang yang memiliki keterampilan berbicara dan juga rasa percaya diri yang tinggi. Youtuber tidak muncul begitu saja, tetapi butuh perjuangan panjang untuk mencapainya.
Bagi peserta didik yang gemar membaca, target jumlah buku yang dibaca dalam setahun bisa ditetapkan sebagai komitmen pribadi dalam pelajaran bahasa Indonesia. Dari hasil membaca itu, kita bisa juga menulis ulasan, resensi, atau minimal menulis rangkuman sebagai bukti bahwa kita pernah membaca sebuah buku. Untuk yang suka mendengarkan, saat ini banyak media yang bisa digunakan untuk mendengarkan berbagai materi yang kita sukai. Channel youtube merupakan salah satu sumber materi mendengarkan yang variatif.
Apapun target pribadi yang kita tentukan, komitmen untuk melaksanakan target itu adalah yang paling penting. Tak ada gunanya menetapkan target setinggi langit jika tak pernah dilaksanakan. Semoga tulisan singkat ini bisa menjadi salah satu contoh target alternatif yang bisa kita capai dalam pembelajaran bahasa Indonesia setelah ditiadakannya ujian nasional. Dalam mata pelajaran lain pun target-target baru bisa ditetapkan. Jangan sampai penghapusan ujian nasional ini menurunkan motivasi belajar peserta didik. Mereka masih harus tetap semangat belajar demi cita-cita dan prestasi yang akan mereka raih.
Bagi para siswa,
tulisan ini merupakan salah satu contoh hasil pengembangan ide pembelajaran di
dalam kelas yang kemudian saya ubah menjadi sebuah tulisan dan dipublikasikan.
Terima kasih Kompasiana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar