oleh: Marcell Lokananda Siswanto
Arya, sudah kuterima senja yang sangat buruk beserta setumpuk surat berisi ceritamu yang tidak berguna. Senja yang sangat gelap dan sunyi. Tidak ada yang sesuai dengan ceritamu. Tidak ada angin, debur ombak, dan matahari terbenam dengan cahaya keemasan. Tidak ada burung-burung, pasir yang basah, siluet batu karang, maupun perahu yang lewat di jauhan. Senja itu mungkin lebih buruk dari senja yang kau temukan di gorong-gorong.
Perjuanganmu untuk membawakan senja buruk itu kepadaku sia-sia. Aku sama sekali tidak terkesan,walau kau susah-payah untuk mengirimkan ini kepadaku, walau kau sedang menjadi buronan. Kau tetaplah pembohong
Di sela kekecewaanku, aku mulai berprasangka buruk terhadap tukang pos yang mengirimkan suratmu tadi pagi. Pagi yang sangat cerah, tukang pos datang dengan sepeda tuanya yang berbunyi sangat keras saat direm. Dia jalan ke pintu rumahku dengan perlahan dan kaki gemetar. Menengok kanan-kiri hingga sampai di depan kotak posku. Aku yang sudah berdiri di depan jendela sejak sepedanya dijagang merasa curiga. Aku hanya berdiri terpaku hingga tukang pos itu pergi. Setelah dia pergi, aku bergegas mengecek kotak posku. Aku takut ada barang tak semestinya di sana. Kecurigaanku hilang seketika. Aku melihat amplop tebal yang bertuliskan “sepotong senja dari pacarmu, Arya”. Aku bergegas masuk karena rasa penasaran yang bergejolak meliputi pikiranku. “seperti apa sih senja yang diperebutkan oleh banyak orang?” pikirku. Namun, aku hanya mendapat kekecewaan
“Tukang pos itu pasti tidak bisa menahan nafsu untuk mengambil senja tersebut. Senja itu sudah menyilaukan matanya. Dia pasti melewatkan salat subuh pagi ini sehingga banyak pengaruh buruk di dalam dirinya. Dia pasti menggantinya dengan kertas hitam polos di tengah perjalanan mengantar surat dan paket. Saat ini, dia pasti sudah di kantor kepolisian untuk mendapatkan hadiah dari menemukan senja yang raib oleh pemuda tak bertanggungjawab, sekaligus melaporkan diriku kepada aparat.” yang ada di pikiranku saat ini.
Saat kau membaca ini mungkin aku sudah pindah ke luar kota, luar pulau, ataupun luar negeri. Kau tidak akan bisa menemuiku lagi dan terima kasih telah mengirimkanku bencana.